“SM3T
itu adalah wadah menyalakan nasionalisme di penjuru pelosok 3T, SM3T adalah
wadah pembelajaran konstruksi nilai luhur guru yang sebenarnya, tak sekedar
mengajar tapi belajar dari mereka yang ada di penjuru negeri ini, menjadi
inspirator kecil bagi siswa dan masyarakatnya, dan belajar mencintai mereka,
karena mereka adalah saudara kita”
(Abdurrahman
Mahmud/ SM3T angkatan 1 Universitas Negeri Gorontalo/Penempatan Rote Ndao).
Jauh sebelum menjadi salah satu
pengajar SM3T, yang ku tau tentang rote hanyalah sebuah pulau kecil di ujung
selatan Indonesia dan pasti aku tak pernah tau bagaimana dan seperti apa rote
itu?. Apakah pulau itu memiliki hamparan hutan yang indah? ataukah merupakan
gugusan pulau yang biasa-biasa saja dan bahkan dalam benaku mungkin pulau itu
tak berpenghuni dan terisolir dari hiruk pikuk manusia.
Rote sebenarnya bagaimana? dan
apa yang ada disana?, pertanyaan ini selalu muncul ketika ploting daerah abdiku
di bagikan, perasaan ingin tau tentang pulau ini semakin besar, kuberanikan
diri untuk mencoba melakukan browsing, mencari sedikit info tentang pulau itu,
dan apa yang ku dapatkan ternyata pulau itu mayoritas pemeluk nasrani, dalam
pikiranku apakah ini tantangan ataukah ini sebuah cobaan, aku harus mengabdi di
pulau itu dan aku akan menjadi minoritas yang jelas akan terbatas pergaulanku
dan segalanya akan terasa tak sefleksibel jika daerah abdiku Aceh, Bima, Riau,
atau daerah lain yang mayoritas muslim. Bisakah aku dan mampukah aku
menjalankan tugas besar menjadi pendidik bagi anak-anak rote, anak-anak
yang mungkin kurang mendapat sorotan dari para punggawa bangsa ini, itu
baru satu perbedaan yang aku dapatkan belum lagi masalah budaya, makanan, pola
pikir dan karakter bahkan keadaan alamnya. Pikiran semakin bercabang maju
atau mundur adalah dua kata yang selalu ada di pikiranku.
Akhirnya akibat beberapa
motivasi dari beberapa orang dan terinspirasi menjadi seorang volunter telah
mengukuhkan niat untuk tetap mengabdi di pulau nan kecil itu. Singkatnya aku
dan rekan-rekan sesama volunter melakukan penerbangan menuju rote, melakukan
transik di Makasar tanah Mamiri di selatan indonesia, singgah di tanah
Surabaya, singgah di ibu kota negara Jakarta dan terus bertualang menuju Kupang
dan disinilah suasana mulai terasa berbeda, inilah ibu kota provinsi Nusa
Tenggara Timur inilah nama kota yang mungkin sudah tak jarang di telingaku tapi
pertanyaanku di manakah pulau Rote itu?, jauhkah pulau itu dari kota kupang
ini?. Rombonganku pun bermalam di kota Kupang dan di pagi harinya langsung
menuju pulau Rote dengan kapal very lambat, hum sungguh eksotis landsacape
provinsi ini, selat pukuafu yang biru dan beberapa labirin pulau kecil sungguh
menakjubkan. Tibalah kami di pulau Rote tepatnya di pelabuhan pantai baru,
wajahku menegadah ke langit dan berkata thanks to my lord ALLAH SWT atas
keselamatan perjalanan ini, dan aku mulai mengamati jengkal demi jengkal tanh
Rote, mendeskripsikan karakter masyarakatnya sungguh awal yang cukup membuat
gugup.
Singkat cerita aku mendapat
tugas di kecamatan Rote barat dan mendapat tempat tugas di SMP 1 Rote Barat,
dalam benaku dimanakah Rote barat itu dimanakah SMP 1 Rote barat itu, setelah
beberapa hari di penginapan kota Baa, aku pun dijemput kepsek ku namanya
Stefanus Tafaib, seorang pemeluk katolik yang sangat ramah dan bijksana jika
dilihat dari perawakanya dan itu terbukti selama setahun masa tugasku di
sekolahnya, selanjutnya aku dibawah ke rumah penduduk yang nantinya akan
menjadi keluarga baruku, kami singgah di salah satu tokoh masyarakat di desa
itu namanya Paulus Giri, orangnya seperti keturanan portu dan kelihatan tegas
tapi sangat ramah, kami sedikit berbinacang tentang program ku di desa ini dan
apa tujuanya, selang beberapa menit datanglah beberapa rekan guru yang nantinya
akan menjadi sahabat baiku nanti ada 2 orang guruh paru baya namanya Aba Dul
seorang muslim asli bima dan satunya lagi Pak Bora Lado penganut nasrani asal
sumba, dua orang yang begitu ramah dan humoris, perasaanku semakin membaik
ternyata tak seperti apa yang ku bayangkan, alhamdullilah itulah kata yang aku
ucapkan pada saat itu, kemudian aku dibawa ke rumah yang tidak jauh dari rumah
tadi dan disitulah rumah keluarga baruku, keluarga yang banyak memberikan makna
kehidupan keluarga terdekatku di Rote, distulah aku makan, minum, tidur dan
bercanda tawa selama setahun.
Rumah ini sederhana pemiliknya
adalan keluarga Mbatu, keluarga yang sangat toleran terhadap pendatang keluarga
yang sangat memahamiku selam masa abdiku. Banyak hal yang kupelajari dan
kumaknai di desaku, dimana masi lengketnya budaya saling membantu, budaya
toleransi, aku baru tau beginilah kehidupan pluralisme yang diharapkan tak ada
percekcokan akibat beda pemikiran dan pemahaman, banyak hal-hal indah yang terjadi
di Rote, dari pulau ini aku mngerti bahwa pendidikan bangsa ini belumlah
merata, banyak ketimpangan dalam mekanisme kepemipinan sehingga berdampak pada
anak bangsa di pulau ini, aku paham aku hanyalah lilin kecil yang mungkin
cahayanya tak seperti sang surya, hanya saja perasaan untuk memberikan yang
terbaik untuk anak-anak yang termarginalkan ini sangatlah besar. Kucoba
memeberikan pengetahuan dasar bahasa inggris untuk mereka, sedikit mebuka
cakrawala ilmu yang terbarukan pada mereka, ku ingin mereka juga tau isue
global, ku ingin juga mereka tau perkembangan sains sekarang dan ku ingin
mereka sama rata dengan anak di kotaku.
Penghargaan yang begitu besar
kuberikan untuk pulau ini, dari Rote kumengerti bahwa perjuangan itu
perlu, dari Rote ku mengerti tujuan pluralisme, dari Rote kutau bagaimana hidup
dalam keterbatasan, dari Rote kumengerti arti berbagi dan dari rote kutau sisi
indonesia lain yang mungkin hanya bisa ku lihat di TV dan dunia maya. Tanah
Rote selalu membuatku teringat hidup itu sederhana tapi akan terlihat luar
biasa jika kita membuat kesederhaan itu menjadi hal-hal yang istimewa jika
dijalani dengan ikhlas dan apa adanya, tanah Rote memeberikan wawasan tentang
fiolosofi lontarnya bahwa untuk mendapatkan nira kita perlu menggapainya sampai
pada puncak lontar itu ini melukiskan bahwa orang Rote paham bahwa untuk
mendapatkan sesuatu harus perlu usaha harus mampu memanjat lontar tau
tekhniknya sehingga bisa menyadap niranya. Rote sekejap membuatku mengasihinya,
terima kasih Rote atas apa yang kau telah berikan padaku setahun lalu.
Artikel Kiriman:
Daerah Pengabdian: Rote Ndao
Tahun : 2011
Sekolah Pengabdian SM-3T: SMP Negeri 1 Rote Barat
Sekolah Pengabdian SM-3T: SMP Negeri 1 Rote Barat
Email: awadsahaja@gmail.com
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !