Guru; Hambatan dan Tantangannya di Maluku, Menyongsong Diterapkannya Kurikulum 2013 - PPG SM-3T UNP
News Update:
Home » » Guru; Hambatan dan Tantangannya di Maluku, Menyongsong Diterapkannya Kurikulum 2013

Guru; Hambatan dan Tantangannya di Maluku, Menyongsong Diterapkannya Kurikulum 2013

Written By irfandani06 on Thursday, December 13, 2012 | 1:28 PM



Masih hangat di perbincangan di berbagai media bahwa pemerintah dalam hal ini kementrian pendidikan dan kebudayaan akan memperbaharui kurikulum di tahun ajaran baru 2013 nanti. Hal ini terungkap dari pernyataan resmi menteri pendidikan nasional pada hari acara puncak peringatan guru nasional ke 67, yang mengingatkan bahwa pemberlakuan kurikulum baru tidak bisa ditunda lagi.

Bukan perkara yang enteng, jika pemerintah pusat ngotot akan menerapkan kurikulum baru yang terkesan tergesa-gesa, sebab yang sangat tidak siap adalah guru, lebih-lebih lagi orang tua. Terutama adalah para guru dan orang tua di Maluku. Pasalnya para guru yang menjadi ujung tombak pendidikan terdepan, harus dipaksa mampu menancapkan pengetahuan, (kognitif), kreativitas (psikomotor) dan sikap (afeksi) sekaligus keteladanan bagi para siswanya, sesuai keinginan kurikulum baru, dalam rentang waktu yang singkat, yakni hingga semester baru nanti di pertengahan 2013. sementara para guru di Maluku sendiri sebagian besar memiliki berbagai problematika tersendiri yang sampai saat ini belum banyak teratasi, terutama bagaimana cara mengaplikasikan atau penerapan kurikulum 2013 yang baru ini dalam pembelajaran?

Hambatan Guru di Maluku
Ganti menteri ganti kurikulum, inilah kenyataanya. Belum lagi para guru dibuat pusing dengan seabrek perangkat kurikulum KTSP yang begitu padat, kini harus mempelajari hal baru yang masih meraba-raba bagaimana penerapan kurikulum baru di 2013 nantinya. Sebab yang akan menjadi sorotan utama dalam perubahan kurikulum 2013 ini adalah para guru karena  kurikulum dengan konsep yang sangat bagus apapun tidak akan berjalan baik tanpa peran guru yang mau dan komitmen menjalankannya, lebih konsen lagi pada para guru yang sudah disertifikasi, di sisi lain yang menjadi permasalahan tersendiri ketika berbagai penelitian menyebutkan bahwa kualitas para guru yang sudah disertifikasi tidak berbanding lurus dengan kualitas pembelajaran mereka di sekolah, termasuk para guru di Maluku. Ujian kompetensi Guru (UKG) di tingkat sekolah dasar dan sekolah menengah pertama tahun 2012, ini membuktikan bahwa kualitas Guru di Maluku kalah jauh dibandingkan kualitas guru di Propinsi lain di Indonesia, bahkan dari Papua. Meskipun UKG tidak mewakili totalitas kualitas kompetensi guru di Maluku, karena yang dinilai hanya kompetensi pedagogik semata, namun menjadi tamparan keras bagi pimpinan di daerah, dalam hal ini pemerintah daerah Maluku dan seluruh stake holder yang ada bahwa ada yang harus diperbuat oleh pemerintah daerah untuk menindak lanjuti bagaimana mengatasi permasalahan tersebut.

Masih segar di ingatan kita dalam salah satu seminar guru di Islamic Center Ambon beberapa waktu lalu walikota Ambon sempat mengancam akan mencabut tunjangan sertifikasi guru jika para guru tidak menjalankan tugasnya dengan baik, atau pada perayaan puncak Hari Guru Nasional ke-67 di kota Ambon, walikota sempat marah, karena para guru tidak serius mengikuti upacara atau pada kasus lainnya ketika pejabat penting di daerah terkesan tidak peduli dengan sengaja absen pada perayaan hari guru ke 67 di kota Masohi.

Pernyataan dan kejadian tersebut bukan sebuah cerminan perilaku dari pejabat birokrasi yang baik,  Pertanyaannya kemudian apakah ini contoh yang ingin ditunjukan kepada para guru bahwa pemerintah daerah peduli dan sudah berbuat banyak terhadap nasib guru, lantas dengan lantangnya mereka berkata sudah bekerja maksimal untuk meningkatkan kualitas para guru?

Di mana kepedulian mereka ketika para guru yang seharusnya diberi nasehat dan contoh keteladanan serta karakter yang baik, malah yang keluar adalah nada acam-mengancam? Mestinya dicontohkan, bahwa ‘Begini caranya menjadi guru yang profesional dan berkarakter, senyum, salam, sapa, dan ramah. Melakukan ini dan itu, dan mari kita lakukan langsung’. Bukan sekedar dibicarakan, dijelaskan dan diterangkan. Ini yang ditunggu para guru!. Tahukah anda bahwa para guru yang selalu datang ke pelatihan dan seminar pendidikan selalu menanti mempraktikkan metode terbaik, cara terbaik bagi guru untuk tampil terbaik dan berkualitas di kelasnya?.

Kenyataannya para guru di kota Ambon, maupun di tiap daerah bahkan pelosok Maluku sudah terlilit dengan masalahnya sendiri, dari kendala minimnya akses informasi pendidikan, sarana prasarana pendidikan yang terbatas, kurangnya pelatihan dan sosialisasi perkembangan pendidikan, di samping itu pemerintah daerah selama ini belum terlalu jauh mengidentifikasi apa sebenarnya kendala terhadap peningkatan kualitas guru di Maluku selama ini. Ambil contoh pernahkah dipikirkan bagaimana melatih kompetensi guru yang berkaitan dengan penggunaan teknologi informasi yang sehat? Karena salah satu kendala ketika mengikuti UKG adalah minimnya pengetahuan tentang penggunaan perangkat TeknoIogi Informasi, semisal komputer dan Internet.

Atau bagaimana pemerintah daerah memikirkan untuk melatih guru secara terprogram, menggandeng LPMP dan Perguruan tinggi atau pihak ketiga (NGO) untuk tidak sekedar melatih, memberi arahan kepada guru, menjelaskan kebijakan pemda, tetapi pelatihan yang benar-benar langsung dirasakan guru. Dalam hal ini guru melakukannya langsung, dan tidak sekedar duduk berlama-lama mendengar ceramah tanpa pengalaman pelatihan.

Terang saja bahwa masalah yang terakhir adalah sorotan utama bagi penulis untuk menyuarakan aspirasi para guru di daerah dan pelosok, hal ini terungkap ketika penulis terlibat langsung dalam berbagai pelatihan dan penelitian bersama para guru di Maluku yang dimotori oleh  NGO (Lembaga Non Pemerintah) yakni Save the children foundation yang telah mengakhiri masa tugasnya di Maluku pertengahan tahun 2012. Tulisan ini selebihnya diharapkan menjadi salah satu referensi terkait permasalahan guru di Maluku dan menggugah pengambil kebijakan di daerah guna memajukan pendidikan di Maluku.

Nampaknya bahwa selama ini tanggungjawab pemerintah daerah terkesan hanya sebatas bagaimana merekrut guru hingga mengurus kesejahteraan guru atau serifikasi. Padahal ada yang jauh lebih penting dari itu semua, yakni bagaimana menjaga, dan menjamin kualitas guru di daerah hingga pelosok. Sedangkan tugas pemerintah pusat bertanggung jawab pada sertifikasi guru, memastikan ketersediaan guru, dan merancang kebutuhan guru. Seiring semangat desentralisasi pendidikan, tugas dan tanggung jawab pemerintah daerah termasuk di dalamnya menjamin kualitas guru di daerah, dalam hal ini wajib melakukan pelatihan, sosialisasi baik secara secara formal dan informal.
Meskipun di tingkat propinsi ada lembaga khsusus yang menjamin kualitas itu, yakni LPMP (Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan), tetapi di daerah bahkan pelosok, siapa yang mengawal dan mengawasi? Hanya berharap pada UPTD dinas Pendidikan di kecamatan, tetapi apakah mereka yang ditempatkan di sana adalah mereka yang profesi dan kompetensinya pas dengan yang dibutuhkan para guru, khsusnya jaminan kualitas pendidikan. Sebab yang menjadi penting dari implementasi kurikulum apapun bentuk perubahannya terletak pada kualitas pada proses pembelajaran dan pengawasan yang konsisten.

Sebab dari hasil temuan penulis di bebarap pelosok yang sempat penulis datangi, sampai hari ini masih banyak dari para guru yang tidak bisa berbuat maksimal dalam proses pembelajarannya. Sebut saja kurikulum terakhir KBK dan dikembangkan ke dalam KTSP sejak 2006 dan diterapkan di berbagai sekolah hingga saat ini, jangankan bagaimana menyusun rencana pembelajaran yang berkualitas, dari sisi penyampaian para guru di depan kelas pun tidak banyak yang berubah dari sebelum ditetapkannya KBK atau KTSP. Yang disajikan guru tetap monoton yakni ceramah atau menjelaskan berdasarkan buku paket atau jika menggunakan LCD proyektor, para siswa hanya menjadi penonton pasif, padahal apa bedanya dengan menonton TV di rumah?.

Lantas jangan ditanyakan kualitasnya, sebab secara formal lulusan sekolah di pelosok di atas kertas pasti bagus dan baik-baik saja bahkan terkesan sejajar kualitasnya dengan sekolah-sekolah favorit di perkotaan. Padahal dengan sarana dan prasarana yang terbatas dan pembelajaran yang monoton di kelas hal tersebut mustahil melahirkan pendidikan yang berkualitas, terkecuali disulap?

Hal ini tidak sepenuhnya adalah kesalahan para guru sendiri, meski para guru yang sempat penulis temui sebagian mereka adalah para guru yang sudah dinyatakan lulus sertifikasi, namun dari hasil observasi penulis ada banyak masalah yang sangat teknis yang selama ini menjadi buntu dan sulit dipecahkan pada diri para guru, di antaranya yakni sulit menterjemahkan keinginan kurikulum KBK dan KTSP. Di samping itu kurangnya pelatihan secara praktis bagaimana mengimplemetasi kurikulum tersebut ke dalam proses pembelajaran. memang benar sebagian masalah ini sempat teratasi ketika mereka bergabung dalam KKG (kelompok kerja Guru) atau MGMP (musyawarah guru mata pelajaran). Bahkan hanya untuk sekedar action di depan kelas, membimbing siswa secara natural sudah tidak menjadi masalah bagi para guru, tetapi bagaimana melatih guru untuk menterjemahkan kurikulum bukan perkara yang mudah, harus mengembangkan silabus secara mandiri dan menyusun RPP, butuh pelatihan dan penalaran khusus, inilah yang jarang dimiliki oleh para guru kita, termasuk bagaimana melatih guru untuk menyajikan pembelaran mandiri. Padahal inilah yang menjadi keinginan utama KTSP (kurikulum tingkat satuan pendidikan) yang harus benar-benar di rancang sendiri oleh guru sesuai dengan kebutuhannya.

Prakiraan penulis jika keadaan seperti ini terus, maka Kurikulum 2013 yang akan diterapkan medio tahun ini akan bernasib sama dengan kurikulum sebelumnya, yakni tidak akan banyak membawa perubahan terhadap tujuan pendidikan nasional khususnya pendidikan berkualitas dan berkarakter, jika tidak ada kesiapan dan pelatihan praktis bagi para guru sebagai motor utama jalannya proses pendidikan di satuan pendidikan.

Meskipun menurut Kemdikbud bahwa penerapan kurikulum baru 2013 hanya berlaku pada kelas 1, kelas 7 dan kelas 10, pengambil kebijakan di daerah sudah harus mulai melakukan persiapan bagaimana menjelaskan implementasi kurikulum baru tersebut, kemudian menggandeng LPMP dan Perguruan tinggi untuk melatih para guru pelatih yang disiapkan untuk melatih para guru di sekolah-sekolah. Pelatihan itu penting, dan tidak sekedar sosialisasi, tidak maksimalnya implementasi kurikulum KBK dan KTSP yang sedang berjalan ini dikarenakan minimnya pelatihan. Setidaknya data survei Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) pada Agustus-November 2012 patut menjadi acuan bahwa terungkap dari sekitar 62 persen dari 1.700 guru sekolah dasar yang disurvei di 20 kabupaten/kota tidak pernah mendapatkan pelatihan. Adapun guru di kota besar rata-rata hanya mengikuti pelatihan satu kali dalam lima tahun. Bahkan, ditemukan guru pegawai negeri sipil yang mendapatkan pelatihan terakhir tahun 1980 (Kompas,6/12/12). Apalagi penerapanya di Maluku secara geografis dan demografis dimana rentang kendali serta jarak satu daerah dengan daerah lain dipastikan terkendala jarak dan waktu, ini juga menjadi kendala yang sangat penting untuk disikapi.
Terungkap dari hasil temuan penulis, terkait dengan sosialisasi dan pelatihan yang selama ini berlangsung di satuan-satuan pendidikan hingga di pelosok termasuk di Maluku, rupanya yang sering diundang untuk sosialisasi dan pelatihan itu adalah kepala sekolah, atau jika guru, maka orang yang itu-itu saja, tapi setelah dilatih dan kembali ke sekolah tidak pernah mentransformasikan keilmuan dan kreativitasnya kepada teman guru yang lainnya, akhirnya informasi terbarukan atau perangkat pembelajaran semisal RPP pun hanya dihadirkan secara formal yang penting ada ketika sang pengawas sekolah ada.

Bahkan ditemui ada beberapa guru yang terpaksa berbuat nekat, tinggal mengkopy saja dari internet atau dari sekolah lain perangkat pelajarannya, tinggal dijilid rapi dan jadilah perangkat administrasi yang rapi meski tidak tepat sasaran, karena yang dibahas di dalamnya tidak menjadi kebutuhan utama di sekolah tersebut. Temuan lain yang lebih ironisnya adalah ada beberapa oknum guru yang tidak perlu repot-repot membuat RPP, sebab ada jasa tertentu yang keluar masuk sekolah untuk menawarkan paket perangkat pembelajaran lengkap dengan harga berkisar 1 hingga 5 juta per paket perangkat pembelajaran atau silabus RPP, sungguh sangat miris melihat kejadian ini.

Satu hal lagi, bahwa terkadang jika pelatihan dan seminar kurikulum, materi yang disampaikan dalam sosialisasi atau pelatihan kebanyakan adalah penjabaran undang-undang, kebijakan, teoritik dan aspek-aspek yang terlalu formal dan tidak menjadi kebutuhan utama para guru di sekolah. yang terjadi kemudian para guru dengan mencari gampangan saja, yakni menggunakan cara menerangkan saja dengan mengandalkan buku teks, karena kelemah guru ini, maka penerbitpun mengedarkan LKS yang seakan wajib digunakan siswa. Karena selama ini guru tidak pernah dilatih bagaimana mengembangkan kurikulum secara matang, atau mengembangkan silabus dan RPP secara mandiri. Yang terjadi adalah para guru selalu siap pakai menggunakan kurikulum yang sudah jadi, yang dipakai di sekolah-sekolah ternama, kemudian tinggal diganti tahun dan nama sekolah dan sedikit dimodifikasi, jadilah perangkat pembelajaran atas nama guru tersebut. namun hakikat pengembangan kurikulum secara mandiri, sejatinya tidak pernah dimengerti dan dicapai.

Parahnya silabus dan RPP hanya menjadi setumpuk dokumen yang formalitas saja, padahal guru membutuhkan sosialisasi dan pelatihan maupun strategi yang praktis bagaimana menjalankan proses pembelajaran di kelas. Pertanyaannya, siapakah yang menjelaskan perangkat pembelajaran ini secara praktis? Karena yang terjadi kemudian adalah tarik ulur antara para guru dan pengawas di tingkat sekolah, yang kemudian jarang juga yang bisa menerjemahkan bagaimana seharusnya kurikulum ini dijelaskan secara praktis, pada akhirnya implementasi kurikulum oleh guru ‘yang penting sudah memenuhi tuntutan administrasi dan sudah mengajar, berarti kelar’.

Sehingga bukan hal yang baru dalam penerapannya jika kurikulum kemudian menjadi perdebatan tanpa solusi di tingkat sekolah antara guru mata pelajaran sampai pada hal-hal yang sangat teknis, misalnya penggunaan buku paket dan buku pegangan guru yang menggunakan penerbit tertentu, atau pemanfaatan LKS yang tidak bisa  ditinggal. Atau masalah aneh-aneh lainnya misalnya, silabus dan RPP harus ditulis  tangan atau menggunakan dokumen cetak komputer atau  bagaimana bentuk silabus dan RPP, apakah vertikal atau horisontal, dan lain sebagainya, akhirnya para guru pun pusing dibuatnya. Padahal para guru membutuhkan hal-hal yang praktis, bagaimana melaksanakan strategi pembelajaran yang baik, menghadirkan media, metode, penalaran yang sederhana untuk menghadapi siswa, dan tidak kaku dalam penerapannya.

Tantangan bagi Guru dan pemda Maluku

Menghadapai masalah seperti ini pemerintah daerah Maluku harus pro-aktif bersama-sama dengan Perguruan Tinggi serta LPMP atau NGO wajib memberikan stimuli, mendorong bahkan ikut serta memberi pencerahan dan solusi praktis melalui berbagai pencerahan, perlatihan, seminar, workshop guna mengatasi berbagai problematika guru di Maluku. Langkah selanjutnya seluruh stake holder pendidikan di Maluku bersama-sama dengan pemerintah daerah melakukan evaluasi, melihat kembali apakah program kerja yang selama ini dilakukan guna meningkatkan kualitas guru sudah berjalan maksimal atau belum, kemudian hasilnya secara trasnparan dipublikasi sehingga berbagai kendala tersebut bisa diatasi melalaui masukan-masukan dari elemen masyarakat.
Sebagai bentuk tanggungjawab pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, dalam waktu singkat harus menyiapkan grand disain, maupun blue print, atau paling tidak grand disain yang selama ini ada, dipublikasikan agar masyarakat luas bisa mengikuti perkembangannya dan juga bisa mengontrol, kinerja pemerintah daerah Maluku khsusunya yang berkaitan dengan peningkatan kualitas pendidikan, terlebih lagi pada kualitas guru.
Di samping itu Perguruan tinggi dalam hal ini FKIP sebagai dapurnya para guru harus mampu menangkap peluang ini dengan melakukan penyegaran melalui workshop dan pelatihan praktis guru sehingga mereka mampu menghadapi berbagai kendala selama proses belajar mengajarnya. Jangan hanya menjadikan pendidikan dan pelatihan sebagai ajang sosialisasi, menjelaskan, menerangkan kebijakan, sebab guru di kelas tidak berhadapan dengan hal-hal umum seperti ini. Pendidikan dan pelatihan guru sudah harus lebih dititikberatkan pada hal-hal yang bersifat integratif, eksplorasi, eksperiman, melakukan dengan langsung, hingga kepada praktik bagaimana mengembangkan kurikulum dengan model, metode dan media pembelajaran aktif, aktif tutornya aktif pesertanya, di samping itu harus memantapkan pemahaman guru tentang bagaimana cara melatih guru untuk mengajarkan pendidikan berkarakter.

Hemat penulis, untuk sampai ke tingkat pelatihan secara singkat dalam memperbaiki kualitas guru di Maluku, termasuk bagaimana nanti menyiasati diterapkannya kurikulum baru 2013, memang bukan usaha yang mudah, tetapi bukan juga usaha yang terlalu sulit untuk dilakukan dengan cepat oleh pemerintah daerah, sudah tentu dibutuhkan kerja ektra keras, kemauan dan komitmen dari guru, karena hanya gurulah yang bisa merubah semua ini, termasuk bagaimana menentukan kualitas pembelajarannya, tentunya harus difasilitasi oleh pemerintah daerah, yang bekerjasama dengan LPMP dan Perguruan Tinggi maupun NGO, ataupun elemen masyarakat yang konsen terhadap pendidikan.

Setidaknya benteng pertahanan terakhir dari bangsa dan negara ini yang masih kokoh dan harus dipertahankan adalah profesi guru. Ketika banyak oknum politisi yang bermasalah dengan karakter dan korupsi, masih bisa dibina oleh guru politisi dan guru birokrasi, jika banyak oknum penegakan hukum melakukan penyimpangan, masih bisa mengandalkan nasehat guru besar hukum, tetapi jika guru di sekolah kita biarkan dan tidak mampu menjalankan profesi gurunya secara maksimal, maka politisi dan para penegak hukum yang berkualitas dan berkarakter tidak akan lahir di masa yang akan datang. semoga.



 
Share this article :

0 comments:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !


New Creation Live Radio
by. Infokom PPG SM-3T UNP



Radio Streaming PPG SM-3T UNP




 
Redaksi : Tentang Kami | Iklan | Ketentuan | Address: Kampus II UNP, Lubuk Buaya, Padang | 25173 | Sumatera Barat | Phone: 085263220740 | Email: mail@sm3t-unp.org