Kajian Persoalan Pendidik (Guru) di Kabupaten Alor - PPG SM-3T UNP
News Update:
Home » » Kajian Persoalan Pendidik (Guru) di Kabupaten Alor

Kajian Persoalan Pendidik (Guru) di Kabupaten Alor

Written By irfandani06 on Monday, November 26, 2012 | 10:10 AM

Oleh: Jems Napoleon Singkana, S. Pd *)

Persoalan dunia pendidikan bukanlah menjadi sesuatu yang politisi. Telah menjadi konsumsi semua pihak dan imbasnya, semua pihak pun dengan prinsip demokrasi dan upaya yang sama hadir dan berupaya memberikan kontribusi dalam upaya menjawab tantangan dalam dunia pendidikan. Dunia Pendidikan di Kabupaten Alor dalam perjalanannya dihadang oleh banyaknya persoalan-persoalan yang menyebabkan rendahnya mutu dan kualitas. Jika kita berpatokan pada hasil Ujian Nasional yang dipakai Pemerintah sebagai Indikator pengukur mutu dan kualitas pendidikan, maka kita akan kandas pada rendahnya mutu dan kualitas pendidikan di Kabupaten Alor. Hasil terkini ditahun 2012, menempatkan NTT pada ranking terendah baik itu jenjang pendidikan SMA maupun SMP secara Nasional. Meskipun secara substansi, Ujian Nasional selalu mendapatkan kritikan dari berbagai kalangan. Kita sedang berhadapan dengan sebuah regulasi yang secara nasional berlaku. Dan jika upaya menggambarkan kondisi real pendidikan dengan melihat bahwa belum adanya sebuah konsep yang baku dan sistematis dalam mengukur mutu dan kualitas pendidikan disuatu daerah, maka terjebaklah kita pada sebuah konsep dan regulasi yang memaksa kita masuk kedalam sebuah system yang salah dan keliru. Persoalan Pendidikan Rendahnya mutu pendidikan di Alor diakibatkan oleh banyaknya persoalan-persoalan seperti pertama persoalan pendidik yang mencakup kekurangan jumlah, distribusi guru yang tidak seimbang, kualifikasi dibawah standar, kurang kompeten dan ketidaksesuaian antara kualifikasi pendidikan dan bidang yang diampu. Kedua, angka putus sekolah yang relatif tinggi. Ketiga, angka partisipasi sekolah yang rendah. Keempat, kurang memadainya fasilitas penunjang pembelajaran seperti laboratorium, perpusakaan, dan lain sebagainya, dan kelima, peran masyarakat, dan lain sebagainya. Solusi Pemecahan Pengkajian penulis lebih kepada persoalan pendidik dalam hal ini guru yang selalu menjadi penyebab rendahnya mutu pendidikan oleh berbagai kalangan. Jika kita mengkaji upaya pemerintah melalui kebijakan pendidikan mengatasi persoalan pendidik, maka orientasinya lebih kepada proyek. Kebijakan mengenai Program Sertifikasi, Pendidikan Profesi Guru (PPG), SM-3T, dan lain sebagainya, hanyalah proyek semata yang akan membuang-buang investasi dan anggaran. Solusi ini pun tidaklah tepat sasaran baik itu berkaitan dengan substansi persoalan dan maupun efektifitas pelaksanaan. Kebijakan-kebijakan ini hanya akan membuat guru terjebak dalam formalitas, ketimbang mengajar didepan kelas. Persoalan lain mengenai pendidik adalah kekurangan guru dan distribusi guru yang tidak seimbang. Yang menarik adalah upaya pemerintah mengatasi persoalan ini adalah dengan mendatangkan sarjana pendidikan melalui program SM-3T. Yang perlu dijadikan dasar analisis persoalan adalah bahwa ada perbedaan antara kekurangan guru karena memang ALor tidak punya sumber daya dan kekurangan guru tetapi Alor memiliki sumber daya guru yang memadai dan mencukupi. Yang terjadi di Alor adalah kekurangan guru, tetapi sumber daya guru memadai, karena setiap tahunnya sekitar 13 LPTK di NTT menghasilkan lulusan yang siap ditempatkan didunia pekerjaan. Untuk mengatasi kekurangan guru, maka upaya yang tepat adalah dengan mengangkat tenaga-tenaga guru non PNS atau dengan memberdayakan tamatan-tamatan LPTK di Alor yang masih menganggur. Pemerintah punya peran dalam melakukan lobi-lobi ke pusat, sehingga melalui persoalan kekurangan guru ini, pemerintah pusat dapat melakukan kebijakan pemberhentian moratorium PNS khusus untuk tenaga pendidik pada daerah berbekurangan sehingga bisa mengatasi persoalan kekurangan guru. Persoalan lainnya adalah Dinas Teknis tidak mempunyai data base yang jelas mengenai ketersediaan guru, ditambah analisis kebutuhan yang menghasilkan asumsi kekurangan atau kelebihan guru menggunakan rumusan perhitungan yang salah. Kesalahan yang penulis maksudkan adalah rumusan perhitungan baku mengenai kebutuhan guru yaitu rasio mengajar guru dan siswa. Mengacu pada PP Nomor 74 tahun 2008 pasal 17 tentang guru yang berisi mengenai rasio minimal jumlah peserta didik terhadap gurunya dan Permendiknas Nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses yang mengatur jumlah maksimal peserta didik setiap rombongan belajar, mengatur bahwa untuk jenjang SD minimal 20-28 siswa, SMP & SMA minimal 20-32, dan SMK minimal 15-32 siswa. Setiap Dinas Teknis mempunyai kebijakan tersendiri mengenai rasio mengajar guru dan siswa sesuai dengan kondisi daerah masing-masing. Mengenai rumusan perhitungan guru, kita tidak bisa sama ratakan antara semua jenjang. Hal ini dikarenakan standar kurikulum dan jenis guru setiap jenjang pendidikan yang berbeda. Untuk SD, rasionya didapatkan dari perbandingan antara jumlah guru dan jumlah siswa disuatu sekolah, minus guru agama dan penjaskes. Untuk jenjang SMP & SMA, rasionya didapatkan dari perbandingan antara kebutuhan guru dan jumlah jam tersedia. SMK pun punya perhitungan yang berbeda. Yang salah dilakukan oleh Dinas Teknis adalah dengan melakukan perhitungan yang sama untuk semua jenjang pendidikan yaitu perbandingan antara jumlah guru dan jumlah siswa. Kesalahan perhitungan inilah yang menghasilkan asumsi yang salah pula. Persoalan berikut adalah mengenai distribusi guru yang tidak seimbang. Untuk mengatasi persoalan ini yang mutlak dan harus dilakukan oleh pemerintah adalah dengan membuat pemerataan dalam hal pendistribusian guru dari daerah berkelebihan guru ke daerah berkekurangan guru. Pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Teknis haruslah memiliki sebuah pemetaan yang jelas mengenai persoalan kebutuhan guru. Dimulai dari analisis kebutuhan sesuai dengan kondisi objektif dilapangan. Surat Keputusan Bersama (SKB). Menjadi sangat menarik melihat kondisi pendidikan di NTT terlebih khususnya di Kabupaten Alor 5-10 tahun kedepan jika arah dan kebijakan pendidikan menuju kearah politisasi dan komersialisasi seperti saat ini. Tidak dapat dipungkiri bahwa paham kapitalisme telah merasuk dengan sangat kuatnya dalam sistem pendidikan di NTT secara khusus di Kabupaten Alor menyebabkan kerusakan mental para pengambil kebijakan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan secara khusus di Kabupaten Alor. Perubahan pengelolaan dan pengkajian terhadap upaya peningkatan mutu pendidikan di Kabupaten Alor perlu diarahkan kembali kepada hakikat pendidikan sebagai humanisasi. Ini menjadi pekerjaan rumah yang sangat mendesak demi perubahan kearah yang lebih baik. Dengan demikian“kesadaran akan sebuah perubahan merupakan kunci kesehjateraan secara bersama”. *) Alumnus PJKR FKIP Universitas PGRI NTT, Mantan Ketua Umum Forum Mahasiswa Peduli Kampus Kupang-NTT 
Sumber: 
Share this article :

0 comments:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !


New Creation Live Radio
by. Infokom PPG SM-3T UNP



Radio Streaming PPG SM-3T UNP




 
Redaksi : Tentang Kami | Iklan | Ketentuan | Address: Kampus II UNP, Lubuk Buaya, Padang | 25173 | Sumatera Barat | Phone: 085263220740 | Email: mail@sm3t-unp.org