Kesuma Ramadhan, Kepulauan Simeuleu
Kesabaran dan keteguhan para sarjana Sumatera Utara (Sumut) mendidik
di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal seakan teruji dengan beragam
masalah. Mereka harus siap menjadi apa saja yang dibutuhkan.
Keadaan inilah setidaknya yang dialami 244 sarjana asal Sumut yang
terlibat dalam program Sarjana Mendidik di daerah 3T yakni terluar,
terdepan dan tertinggal atau SM-3T. Mereka melakukan pengabdian di
Kepulauan Simeulue, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).
Tugas di Kepulauan Simelue jelas membuat mereka ngeri-ngeri sedap.
Bagaimana tidak, kepulauan itu berada di daerah patahan gempa. Dan,
hingga kini gempa masih terus terjadi. Tentu hal itu menjadi sesuatu
yang menakutkan. Apalagi sejarah mencatat soal gempa dan tsunami dahsyat
yang terjadi di kawasan tersebut pada 2004 lalu.
Kekhawatiran itu dirasakan langsung oleh Tomi Firmansah, seorang guru
SM-3T yang ditugaskan mengajar di SMAN 3 Simeuleu Tengah. “Awalnya kami
memang sering merasakan gempa-gempa kecil, namun karena sudah sering,
jadinya kami terbiasa,”ujar Tomi yang mulai bertugas sejak Januari 2012
lalu.
Dalam proses pengabdiannya, Tomi bersama ketiga temannya yang lain
yakni Rizki, Azzadin, dan Safriyadi harus memanfaatkan ruang kelas
kosong untuk mereka tempati.
Selain dimanfaatkan sebagai tempat beristirahat, ruang kelas yang
kosong itu juga dimanfaatkan sebagai dapur dan ruang tamu bagi keempat
pengabdi yang telah mendeklarasikan sebagai keluarga kecil di
perantauan.
Banyak ragam dan kisah yang telah mereka lalui selama empat bulan masa pengabdian.
Satu hal yang paling mengejutkan adalah para sarjana muda ini ternyata memiliki tugas ekstraberat dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah itu.
Satu hal yang paling mengejutkan adalah para sarjana muda ini ternyata memiliki tugas ekstraberat dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah itu.
Pasalnya SMAN 3 Simeuleu Tengah memiliki nilai hasil UN 2011 yang
sangat buruk. Yakni, kegagalan 100 persen atau tidak ada satupun dari 27
siswa didiknya yang lulus dalam ujian tersebut.
Ketiganya pun diharapkan mampu membantu peningkatan kualitas
pendidikan di sekolah tersebut. Sayang, langkah itu tak langsung mulus.
Pasalnya, dari pengakuan guru SM-3T lainnya, Safriyadi, beberapa bulan
sebelum pelaksanaan UN atau tepatnya pertengahan Maret lalu, para guru
pengabdi SM-3T harus mengalami insiden aneh.
Di sekolah itu terjadi kesurupan massal yang dialami siswa didik
dalam rentan waktu seminggu berturut-turut. Tak pelak, guru SM-3T pun
mengalihkan konsentrasi ilmu kependidikannnya. Mau tak mau mereka harus
beralih menjadi paranormal dadakan untuk membantu penanganan masalah
kerasukan yang menghantui seluruh penghuni sekolah.
“Akibat kerasukan itu, kepala sekolah terpaksa mengambil kebijakan
dengan meliburkan siswa untuk mensterilkan sekolah dengan memanggil
orang pintar. Sehingga awal kehadiran kita di sini jadi kurang efektif
mengajar karena ikut membantu siswa yang kesurupan,” paparnya.
Tidak hanya itu saja, masih menurut Safriyadi, jauhnya tempat tinggal para siswa didik serta ketiadaan transportasi menjadi alasan lain terhambatnya perkembangan pendidikan di sekolah tersebut.
Tidak hanya itu saja, masih menurut Safriyadi, jauhnya tempat tinggal para siswa didik serta ketiadaan transportasi menjadi alasan lain terhambatnya perkembangan pendidikan di sekolah tersebut.
Pengakuan itu diperkuat oleh Sunardi, siswa kelas I SMAN 3 Simeuleu
Tengah. Untuk tiba di sekolah, Sunardi mengaku harus menempuh jarak
sekitar 4 km dan menghabiskan waktu satu jam berjalan kaki untuk bisa
tiba di sekolahnya. Tak jarang dia harus berangkat mulai pukul 06.00
pagi agar tiba di sekolah sebelum jam pelajaran pertama dimulai.
“Apalagi pulangnya, selain panas juga harus menahan haus lapar setiap harinya,” ucapnya.
Fenomena yang terjadi di sekolah itu adalah sepercik gambaran yang
dihadapi para pengabdi SM-3T. Sejumlah pengakuan yang memprihatinkan itu
didapat, Sumut Pos ketika melakukan kunjungan dan penelusuran, di Pulau
Simeuleu, 26-29 April lalu.
Masih banyak kisah unik lainnya. Sumut Pos memang beruntung mendapat
kesempatan mengikuti mengikuti tim monitoring Direktorat Tinggi (Dikti)
Pusat dan petugas (LPTK) Universitas Negeri Medan (Unimed) ke NAD.
Program SM-3t ini sejatinya ditelurkan pemerintah pusat melalui
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) agar terjadi pemerataan
pendidikan di seluruh Indonesia. Melalui proses seleksi yang ketat,
pemerintah setidaknya telah menyeleksi dan membekali 3000 sarjana
berpotensi dari seluruh Indonesia, untuk mengabdi dan mengaplikasikan
ilmunya di empat provinsi sasaran 3T, yakni NAD, Nusa Tenggara Timur,
Sulawesi Utara, dan Papua.
Dalam praktinya, Kemdikbud menggandeng Dikti sebagai penyelenggara
pusat, serta melibatkan seluruh Lembaga Pendidik Tenaga Kependidikan
(LPTK) yang tersebar di seluruh Indonesia sebagai penyelenggara daerah.
Program yang telah berjalan sejak awal Januari 2011 lalu itu sudah
sampai pada tahapan monitoring evaluasi (monev). Alasan Monev dilakukan,
tak lain untuk mengetahui sejauh mana efektivitas program yang akan
berakhir pada Desember 2012 mendatang.
Untuk mengetahui perkembangan itulah dibentuk tim yang memantau
langsung ke lokasi. Kesempatan inilah yang membawa Sumut Pos ke
Kepulauan Simelue.
Nah, untuk dapat mencapai kepulauan penghasil cengkeh itu, rombongan
harus berangkat mengendarai pesawat terbang Merpati dengan kapasitas 56
penumpang. Keberangkatan dimulai pada Kamis pagi (26/4) lalu, tepatnya
sekitar pukul 11.00 WIB.
Butuh waktu sekitar 60 menit untuk tiba di Kabupaten Simeulue
Kecamatan Simelue Timur, yakni Bandar Udara Lasikin yang berada di
tengah Kota Sinabang. Sesampainya di lokasi yang dituju atau sekitar
pukul 12.30 WIB, rombongan langsung bertemu Kadisdik Kabupaten Simeuleu
drs Arsin Rustam dan Sekretaris Daerah Kabupaten (Sekdakab) Simeuleu Drs
Naskah Bin Kamar di Kantor Bupati Simeuleu yang berlokasi sekitar 5 km
dari pusat kota.
Lalu, rombongan bertolak ke lokasi penginapan Losmen Baroqah yang berada di kawasan Jalan Pahlawan Nomor 178 Kota Sinabang yang memiliki jarak sekitar 10 km dari Bandara Lasikin. Dari losmen itulah, Sumut Pos akan memulai perjalanan. Termasuk penelusuran ke Simeluae bagian barat yang terkenal dengan minimnya persediaan air bersih dan bahan makanan.
Lalu, rombongan bertolak ke lokasi penginapan Losmen Baroqah yang berada di kawasan Jalan Pahlawan Nomor 178 Kota Sinabang yang memiliki jarak sekitar 10 km dari Bandara Lasikin. Dari losmen itulah, Sumut Pos akan memulai perjalanan. Termasuk penelusuran ke Simeluae bagian barat yang terkenal dengan minimnya persediaan air bersih dan bahan makanan.
Sumber:
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !