Tidak terpikirkan sebelumnya di benak Slamet Hariyadi, nasib membawanya menjadi seorang guru di daerah terpencil di Kabupaten Biak Numfor, Papua. Pria berusia 51 tahun kelahiran Malang tersebut sudah lebih dari 25 tahun mengabdi di dunia pendidikan, di sebuah pulau kecil sebelah utara Pulau Papua. "Setelah masuk ke dunia pendidikan, saya menyadari bahwa menjadi guru adalah pilihan hidup saya," ujarnya saat acara Silaturahmi Mendikbud dengan Guru Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (3T), di kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Senin (9/7).
Tahun 1985 Slamet Hariyadi memulai babak baru kehidupannya di tanah Papua, sebuah tempat yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Kakaknya yang bertugas sebagai anggota TNI mengajaknya ke Biak, untuk mengadu nasib di pulau cenderawasih tersebut. Ia diterima sebagai staf tata usaha di SMP YAPIS Biak Numfor, yang berada di Distrik Samofa. "Gaji pertama saya 40 ribu rupiah," ujarnya.
Pada tahun 1990 dirinya diangkat menjadi guru yayasan, mengajar di SMP dan SMK YAPIS, dengan gaji yang jauh di bawah upah minimum kabupaten. Namun gaji yang kecil tidak membuat semangat mengajarnya padam, bahkan ia terus berusaha meningkatkan kompetensinya dengan mengambil pendidikan S1. Tahun 1993, ia meraih gelar sarjana ilmu administrasi dari Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Negara Biak Numfor. "Sejak itu saya bertekad memberikan ilmu saya ke anak-anak Papua," kata pria kelahiran 18 Maret 1961 tersebut. Di sekolahnya Slamet Hariyadi mengajar ilmu-ilmu sosial seperti akuntansi, pemasaran, dan lain-lain.
Satu hal yang menggembirakan baginya sebagai seorang guru adalah banyak anak-anak didiknya yang telah sukses dan memperoleh pekerjaan yang layak. "Anak-anak Papua lulusan sekolah kami banyak yang berhasil memperoleh penghidupan yang lebih baik," ujar ayah satu anak tersebut dengan bangga. Ia menambahkan bahwa anak-anak Papua sekarang memiliki kesempatan yang sama dengan anak-anak daerah lain untuk meraih prestasi melalui pendidikan.
Tahun 2000 dirinya diusulkan menjadi guru kontrak oleh kepala sekolah tempatnya mengajar. Kontraknya berlaku selama 5 tahun sampai 2015, dan dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Papua. Dengan berstatus sebagai guru kontrak, penghasilannya lebih baik dibandingkan saat ia masih menjadi guru honorer yayasan. Ia berharap suatu saat nanti memperoleh kesempatan memperoleh sertifikasi guru. (NW)
Sumber:
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !